Aku dan Pelantikan: Part 1

8:29 AM Dika 3 Comments


Yo, guys. Para pembaca. Dimanapun kalian berada. Dimana pun kalian baca tulisan ini. Entah itu di kamar. Entah di wc (siapa tau). Atau mungkin…, ah, gak jadi deh.
Gile. Kayak udah punya banyak pembaca aja aku.

Wow, aku kangen banget nih sama blogku yang ganteng dan keren. Ya, aku tau, sama kayak penulisnya kan? Nah, aku mau cerita.
Eh, yang mau muntah tahan dulu, baca aja dulu sampe habis. Biar sekalian.

Oke, begini ceritanya. Kisah ini terjadi sekitar minggu lalu. Atau lebih tepatnya satu mingu setelah sandal jepit kesayanganku putus. Organisasi kesayanganku (halah) mengadakan suatu program kegiatan yang mengacu pada proses pendewasaan para junior. Atau lebih simple disebut pelantikan. Banyak banget pengalaman yang aku bisa dapetin selama pelantikan tersebut. Tapi sebelumnya aku mau ceritain saat kami mempersiapkan diri untuk pelantikan.


Sebenernya banyak hal yang harus kami persiapkan. Dari celana dalem sampe celana luar. Tapi yang paling keren menurutku adalah saat kami nyiapin barang-barang pribadi untuk pelantikan. Mari kita mulai. Waktu itu hari minggu sore. Aku masih dalam perjalanan pulang ke kandang. Tiba-tiba sesuatu menggetarkan sekujur tubuhku. Suatu fenomena yang dapat meluruskan rambut mbah surip dan mengkritingkan rambut model iklan shampo Rejoice. Suatu keadaan dimana ketampanan dan keperkasaanku harus diuji. Peristiwa ini sangat diluar batas akal pantat manusia. Ponselku berdering. Ya, suatu kejadian sederhana dengan suatu deskripsi yang terlukiskan dengan lebay. Saat itu aku menatap layar ponselku, terlihat sepucuk pesan. Aku melihat beberapa kata. CA 18 kumpul di sekolah sekarang. Super sekali. Sampe rumah, aku langsung melucuti pakaianku dan menduduki singgasana di sebuah toilet rumahku. Sebenernya gak bisa dibilang menduduki, lebih tepat kalo dibillang menjongkoki. Ya, karena toilet di rumahku masih dilengkapi dengan fasilitas jamban cemplung dengan teknologi boker-jongkok.

Tunggu dulu, ini kenapa malah jadi ngomongin jamban? Lanjut aja ye.

Setelah makan malam dengan menu empat sehat lima kekenyangan, aku berangkat dengan sejuta doa dari supir angkot. Aku telpon salah satu temen cowokku, atau kalo dalam Bahasa Inggris namanya boyfriend (Lho?). Dia bilang lagi nungguin di deket supermarket di daerah sekolahku. Aku langsung melaju kesana dengan sangat cepat. Lebih cepat dari belalang tempurnya satria baja hitam. Sampe disana aku diajak ke rumah temenku yang lain. Karena Si Murata bilang gak tau, maka aku dengan segala kharisma dan pesonaku bilang “oke, aku bakal tunjukkan kejantananku jalan ke rumah Meita”. Dan, akhirnya kami nyasar dengan nista. Aku langsung cengengesan. Murata juga cengengesan. Kami berdua cengengesan. Ini bukanlah cengngesan yang biasa. Kami cengengesan saat nyasar.

Malem.
Gelap.
Gang sepi.
Gaje.

Dan, ternyata kami salah masuk gang. Setelah memasuki gang yang benar. Kami bengong-bengong di depan rumahnya Meita. Motor di matiin.

Gelap (lagi).
Gang sepi (bahkan suara jangkrik pun tak terdengar).

Kami saling tatap mata (bukan seperti tatap pantat). Kami lebih terlihat seperti pasangan homo. Karena bingung mau ngapain, akhirnya Murata telpon Meita, Si Tuan Rumah (ralat: Si Nyonya Rumah). Aku juga bingung, kenapa baru kepikiran untuk telpon dia sekarang? Kenapa gak sebelum berangkat aja? Mungkin ini yang disebut gagal otak. Ternyata, hal terburuk pun terjadi. Meita ada di sekolah. Aku ngeliatin Murata. Kali ini dengan tatapan Harimau Selat Bali (bingung kan?). Untung waktu itu aku pake sandal selopku yang mahal. Coba aja aku pake sandal jepit swallow-ku yang super keset, pasti udah aku timpukin dia. Saat mau balik, keluarlah Mamanya Meita. Kami sempat basa-basi dengan Mamanya itu.

“Woy, pada ngapain lu pade disini?”, ini ibu-ibu apa preman tanah abang?
“Eh, nggak apa, bu. Kita maunya cari Meita. Tapi barusan kita telpon, ternyata Meitanya masih di sekolah.” Murata nyerocos.
“Terus?”
“Yaa, kita mau nyusul dia aja ke sekolah.” Giliran aku yang nyerocos.
“Oh, kalo gitu titip jas hujan ya, tadi Ayu (mendadak namanya Meita berubah) kayaknya nggak bawa jas hujan.” Mamanya itu ngeloyor cari jas hujan.

And then, dia dateng bawa jas hujannya.

“Oh, iya. Tadi Ayu udah dapet ngondek?”, mamanya itu nanya. Aku mulai bingung. Ngondek? Horror deh.
“Apa, tante?” aku minta kejelasan.
“Udah dapet ngondek sama Ayu?”, Nah, ini semakin terdengar aneh. Tapi otakku mulai bekerja saat melihat tangan Mamanya itu goyang-goyang deket kupingnya sambil mengepal membentuk sepeti lambang telepon.
“Ooohh! Contact (baca: kontek --> kontak/telepon)”. Ya, aku baru nyadar. Lagian ini ibu-ibu pengen ngomong kontak pake logat bule, eh malah keluar logat Bali.
“Iya, tante. Tadi udah ditelpon kok sama Murata”. Aku mulai memperjelas keadaan.
“Yaudah, hati-hati ya, nak”.

Finally, totally, and gulali, kami balik ke sekolah. Ternyata di sekolah rame. Dan, dari sekolah kami ber…, ah lupa aku, berangkat ke rumah Meita (lagi). Kali ini dengan medan yang berbeda. Hujan deras. Denpasar sedang menggalau. Namun persepsi ku berubah seketika menjadi Denpasar sedang depresi akut. Karena petirnya dasyat, bos. Kami pun berangkat dengan cuaca yang ekstrim abis ini. Lebih ekstrim dari bom-bom car. Belum jauh kami berangkat, ternyata jalanan pada kebanjiran. Tetep terobos. Makin lama makin gila banjirnya. Aku sempat berpikir mungkin air di samudra hindia setengahnya meluap ke jalanan ini. Akhirnya kami mendarat di rumah Meita dengan selamat sejahtera bahagia senang gembira laris manis untung rugi asri langgeng. Disanalah kami bekerja lembur. Gak sekedar lembur. Ini tidak seperti lembur yang anda pikirkan. Ini lembur yang…

Spesial,
Lembur gossip,
Lembur yang…
Gitu deh.

Setelah mabok larutan penyegar bergambar badak gendut bercula satu dan dengan cap tiga kaki (bukan, tiga kaki berebeda dengan tiga roda. Tiga roda itu obat nyamuk) dan bikin perlengkapan macem-macem. Kami pulang dengan damai. Damai pada pihak yang pulang. Dan sial bagi Si Nyonya Rumah, karena rumahnya tampak menyedihkan gara-gara kami. Ini baru namanya mantep.

Udah, ya. Mungkin aku bakal jarang update di blog. Soalnya aku keseringan main game di laptop. Alhasil aku dimarah sama ortu. Tiap mau ngambil laptop, pasti dikasi banyak petuah-petuah yang menghabiskan waktu yang tidak sebentar. Dan, yaa, gitu deh…
See you at next post!

Yo, guys. Para pembaca. Dimanapun kalian berada. Dimana pun kalian baca tulisan ini. Entah itu di kamar. Entah di wc (siapa tau). Atau mun...